“Wahai saudaraku… ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya: (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4) berkecukupan, (5) bersahabat (belajar) dengan ustadz, (6) membutuhkan waktu yang lama.”
Adapun penjelasannya saya rangkum dari buku “Bekal bagi Penuntut Ilmu” karya Abdullah bin Shalfiq Adh-Dhafiri terbitan Maktabah Al Ghuroba dan Perjalanan Ulama Menuntut Ilmu karya Abu Anas Majid Al Bankani terbitan Darul Falah.
1. Kecerdasan . Kecerdasan yang ada pada diri seseorang terkadang memang sudah sebagai perangai yang Allah berikan kepadanya. Sebagaimana kecerdasan yang dikaruniakan Allah kepada Ibnu Abbas. Terkadang kecerdasan ada karena memang harus diusahakan. Bagi orang yang sudah memiliki kecerdasan maka tinggal menguatkannya, namun apabila belum punya hendaknya ia melatih jiwanya untuk berusaha mendapatkan kecerdasan tersebut. Kecerdasan adalah sebab di antara sebab-sebab yang paling kuat membantu seseorang menggapai ilmu, memahami dan menghafalnya. Memilah-milah permasalahn, men-jama’ (menggabungkan) dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan dan yang selain dar i hal itu
2. Semangat untuk mendapatkan Ilmu. Allah Azza wa jalla berfirman:
إِنَّاللّهَ مَعَالَّذِينَاتَّقَواْوَّالَّذِينَهُممُّحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (An Nahl: 128)
Seseorang apabila mengetahui nilai
pentingnya sesuatu pasti ia akan berusaha dengan semangat untuk
mendapatkannya. Sedangkan ilmu adalah sesuatu yang paling berharga yang
dicari oleh setiap orang. Penuntut ilmu hendaknya memiliki semangat
membaja untuk menghafal dan memahami ilmu , duduk bermajelis dengan para
ulama dan mengambil ilmu langsung dari mereka, memperbanyak membaca,
menggunakan umur dan waktunya semaksimal mungkin serta menjadi orang
yang paling pelit menyia-nyiakan waktunya.
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
adalah salah satu contoh shahabat yang bersemangat sekali dalam menuntut
Ilmu. Di kala saudara-saudaranya di kalangan Muhajjirin sibuk berdagang
di pasar dan saudara-saudara dari kalangan Anshar sibuk bekerja, Abu
Hurairah telah kenyang dengan ilmubersama Rasulullah Shalallahu alahi wasallam dan hadir saat-saat saudara-saudara mereka tidak hadir serta menghafal apa yang tidak mereka hafal.
3. Bersungguh-sungguh dalam menuntut Ilmu.
Menjauhi segala bentuk kemalasan dan kelemahan serta berjihad melawan
hawa nafsu dan setan itu senantiasa merintangi dan melemahkan semangat
dalam menuntut ilmu. Diantara sebab-sebab yang membantu seseorang untuk
giat, tekun, bersungguh-sungguh adalah membaca biografi kehidupan para
ulama, bagaimana kesabaran dan ketahanan mereka menanggung penderitaan
serta kisah mereka dalam rihlah (mengembara) dari satu negeri ke negeri
lain dalam rangka mencari ilmu dan hadist.
Diriwayatkan dari Fadhal bin Ziad, dia berkata, “Ahmad bin Hambal Rahimahullah
berkata, “Tidak seorangpun pada zaman Ibnul Mubarak yang lebih gigih
dalam menuntut ilmu selain dirinya. Dia pergi ke Yaman, Mesir, Syam,
Basrah dan Kuffah. Dia adalah termasuk orang yang meriwayatkan ilmu dan
pantas untuk itu. Dia belajar dari yang tua maupun yang muda.
4. Memiliki Bekal yang cukup.
Para ulama jaman dahulu rela mengorbankan harta bendanya untuk
melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu. Abu Hatim yang menjual bajunya
untuk dapat menuntut Ilmu, Imam Malik bin Anas menjual kayu atap
rumahnya untuk bisa menuntut ilmu, bahkan Al Hamadzan Al Atthar, seorang
syaikh dari Hamadzan menjual seluruh warisannya untuk biaya menuntut
ilmu. Penunutut ilmu mencurahkan segala kemampuan baik materi atau
apapun yang ia miliki hingga ia menggapai cita-citanya hingga ia mumpuni
dalam bidang keilmuan dan kekuatannya: baik hafalan, pemahaman maupun
kaidah dasarnya.
5. Memiliki Guru Pembimbing.
Ilmu itu diambil dari lisan para ulama. Seorang penuntut ilmu agar
kokoh dalam menuntut ilmu hendaknya ia membangunnya di atas dasar-dasar
yang benar, hendaknya ia bermajelis dengan para ulama, mengambil ilmu
langsung dari lisan mereka. Sehingga ia menuntut ilmu di atas
kaidah-kaidah yang benar, mampu mengucapkan dalil-dalil dari nash Al
Qur’an dan Al Hadist dengan pelafadzan yang shahih tanpa ada kesalahan
dan kekeliruan dan dapat memahami ilmu dengan pemahaman yang benar
sesuai yang diinginkan (oleh Allah dan Rasulnya). Terlebih lagi dengan
hal itu kita bisa mendapatkan faedah dari seseorang yang ‘alim berupa
adab, akhlaq dan sikap wara’.
Hendaknya bagi penuntut ilmu untuk menjauhi,
jangan sampai menjadikan kitab-kitab sebagai gurunya. Karena barang
siapa menjadikan kitab-kitab sebagai gurunya niscaya akan banyak
kekeliruan dan sedikit kebenaran. Dan terus-menerus hal ini berlangsung
sampai zaman kita sekarang ini. Tidaklah kita jumpai seorang yang
menonjol dalam bidang keilmuan melainkan pasti ia berada dibawah
bimbingan tangan dan didikan orang ‘alim.
Perjalanan ulama dalam menuntut ilmu tak
hanya dengan satu atau dua orang guru saja. Bahkan ada yang sampai
ribuan, seperti Al Hafizh As Sam’ani yang belajar kepada 7000 Syaikh.
6. Masa yang Panjang.
Seorang penuntut ilmu jangan sampai menyangka bahwa menuntut ilmu itu
cukup hanya dengan sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Karena
sesungguhnya menuntut ilmu membutuhkan kesabaran bertahun-tahun.
Al Qadhi Iyadh suatu ketika pernah ditanya
”Samapi kapan seseorang harus menuntut ilmu?”. Beliau menjawab: “ Sampai
ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.
Al Imam Ahmad mengatakan: “Aku duduk belajar
Kitabu Haid selama Sembilan tahun, samapi aku benar-benar memahaminya.”
Terus menerus para penuntut ilmu yang cerdik bermajelis dengan para
ulama, ada di antara mereka yang selama sepuluh tahun, dua puluh tahun,
bahkan ada diantara mereka yang menghabiskan umurnya menuntut ilmu
bersama para ulama sampai Allah ta’ala memwafatkannya.
Nasehat yang indah dari seorang Imam besar kepada para penuntut ilmu.Dan
hanya memohon kepada Allah ta’ala semoga member taufik dan hidayah
kepada kita untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan beramal shalih.
Comments
Post a Comment