“Sebuah kisah masa lalu hadir di benakku, Saat kulihat surau itu, menyibak lembaran masa, Yang indah bersama sahabatku”
Kau tahu, suatu kesyukuran besar dalam hidupku adalah kala aku diperkenalkan dengan agamaku yang sempurna, melalui lisan seorang teman yang senang mengenakan pakaian daster yang kini ku ketahui sebagai Jilbab, pakaian syar;i muslimah.
Dan saat hari sabtu disela kosongnya hari ekskul, aku duduk dalam sebuah majlis ilmu bersama tenri teman kelasku, memperhatikan lisan isra’ bertutur tentang aqidah islam. Tiga SMP ku catatat masa itu, perkenalan pertamaku dengan islam yang kaffah, disudut kelas yang lengang.
“Sepotong episod masa laluku, Episod sejarah yang membuatku kini Merasakan bahagia dalam diin mu,Merubah arahan langkah di hidupku”
Tersadar pikirku, melalui ketukan pelan dalam tiap halqoh ke halqoh. Hingga jilbab pertama yang kukenakan ,pemberian seorang akhwat, membuatku kian merasa mantap. Dan aku merasa kuat bersama dengan saudari-saudariku, para remaja yang ‘berbeda’ dari kebanyakan teman yang kumiliki saat itu.
Aku bersyukur, tumbuh remaja izzah ini selalu dikelilingi orang-orang shalih yang kian mendekatkan ku pada Cahaya Ilahi. Kini aku paham apa makna dari sabda Rasul Yang Mulia, “jika ingin mengetahui kepribadian seseorang, lihatlah kepada siapa dia berteman”
“Setiap sudut surau itu Menyimpan kisah ,Kadang ku rindu cerita yang tak pernah hilang
Kenangan Bersama ,mencari cahaya Mu”
Tiga tahun masa SMA, berjuang bersama di ROHIS, manis pahit perjuangan kita kecap. Dan kebersamaan kala itu benar-benar terasa indah. Masjid sekolah adalah sekret kita, tempat kita halqoh, rapat, berbicara masalah ummat, atau sekadar melepas lelah.
“Sepotong episod masa lalu aku, Episod sejarah yang membuat ku kini Merasakan bahagia dalam diin mu, Merubah arahan langkah di hidupku”
Ingat tidak, kawan, pada segerombolan anak berbaju pramuka dalam barisan teratur Masyiroh? Saat anak-anak itu akhirnya mendapat masalah karena ketahuan oleh pihak sekolah. Itu kalian, yang orang tuanya dipanggil ke sekolah. Itu kalian, yang dilarang oleh guru dan ayah-ibu untuk kajian. Itu kalian, yang dengan tegar menganggap bahwa ini adalah sebuah ujian yang dengannya kita kan keluar menjadi seorang pemenang. Itu kalian, sang guroba, yang idolanya adalah Muhammad Al-Fath.
Aku ingat wajah kalian tanpa ketakutan karena yakin kita sedang memperjuangkan kebenaran, dan jalan kebenaran tiada pernah mulus.
Kini walau kita tak lagi di tempat yang sama, aku harap kita masih memegang keyakinan yang sama. Tak terkalahkan Nau’ atau baqa’ masing-masing. Tetap putih meski orang lain hitam, tetap lurus meski orang lain memilih berbelok.
Jangan pernah lupakan, kawan. Kenanglah masa itu. Bara api ini harus tetap teguh kita pegang meski membakar, jangan biarkan ia jatuh dan padam.
Akan selalu ada orang-orang yang bersedia mengorbankan jiwa, harta, tenaga dan pikiran demi kejayaan islam. Jika satu gugur, maka akan ada seribu orang yang akan menggantikannya. Tetapi rugilah ia, sebab kemenangan sebentar lagi.
Mendengarkan edcoustic, sembari memunguti kepingan kenangan yang kan tersimpan indah..
Makassar, 17 Mei 2014
Comments
Post a Comment