Menulis. Ah ya! Baru lagi saya biarkan jemari saya menari di atas tuts-tuts keyboard. Ingatan saya mencatat hari ini adalah malam ke 21 Ramadlan di usia saya yang telah genap 20 tahun Mei kemarin. Saya juga kembali mengingatkan diri saya bahwa tinggal 2 tahun lagi masa saya kuliah di kampus UNM jurusan matematika. Kenapa saya harus mengingatkan diri saya, ya... Karena harapan kedua orang tua saya dan bude saya yang telah membiayai kuliah saya adalah agar saya bisa lulus tepat waktu (yang dimana menurut mereka waktu kuliah ideal adalah 4 tahun). Do’akan saya agar saya bisa memenuhi harapan mereka dan memenuhi harapan saya juga. Amiin.
Apa yang meniatkan saya hingga saya kembali mengetik malam ini? Yah.. Sebenarnya dari kemarin-kemarin saya ingin menuangkan ide-ide saya dalam tulisan. Tetapi baru kali ini saya sempat menyapa laptop ini. Tak apalah.
Sejak SMP kelas 1, ingatan saya membenarkan, waktu dimana saya mulai senang menulis. Tepatnya ketika saya diberi tugas oleh guru SMP saya untuk membuat puisi dalam pelajaran bahasa indonesia. Sebenarnya sebelumnya saya sudah sering membaca puisi, entah itu di buku paket bahasa atau di koran, tetapi pada waktu itu, itulah kali pertama saya membacakan puisi hasil karya saya sendiri, dan hasilnya bisalah disebut lumayan. Sejak saat itu mulai bermunculan puisi-puisi atau pun cerpen dan tulisan-tulisan tidak jelas lainnya yang memenuhi halaman belakang buku catatan pelajaran saya yang saya tulis diam-diam ketika sedang bosan mendengarkan guru menjelaskan, ataupun buku-buku tulis lainnya yang saya sengajakan menjadi buku khusus karya sastra saya. Bukunya sederhana saja; buku tulis sidu 38 lembar. Dan pembaca nomer wahidnya karya-karya saya adalah saya sendiri yang disusul oleh beberapa teman dekat saya yang sudi menyempatkan diri membaca catatan tulisan tangan saya yang tak rapi itu.
Saya makin senang menulis setelah memiliki hobi membaca novel pinjaman dari sahabat saya dhea yang saya juluki kolektor novel. (thanks a alot for that, dhe..) Dari dhea yang juga tulisannya saya kagumi itu saya makin tak mau kalah bisa nulis. Saya sempat mebayangkan bahwa saya dan dhea bisa duet untuk membuat sebuah tulisan. (One day, i hope it will be true)
Memasuki masa SMA saya masih gemar menulis. Walau masih seringnya tulis puisi atau cerpen (yang kebanyakan tidak sampai ending) tetapi kali ini buku kumpulan tulisan saya itu dipenuhi warna dan gambar sebab saya juga lumayan suka ngegambar, dan kemajuannya tulisan saya di muat di madink sekolah (secara, saya juga yang jadi anak mading, hohoho...).
Ngomong-ngomong soal menulis. Saya yang lebih mahir mengungkapkan isi hati kepada kertas ketimbang kepada sahabat-sahabat saya punya kenangan tersendiri. Sahabat saya jika ingin tahu keadaan saya dan kondisi kebatinan saya, mereka akan membaca buku tulisan saya yang selalu saya bawa kemanapun saya pergi. Mungkin karena isinya lebih banyak curhatan ketimbang tulisan lainnya. Suatu hari saya tiba-tiba menjadi aneh. Mereka bertanya ‘apa ada masalah?’, saya menjawab dengan gelengan kepala. Lalu dipinjamlah buku ‘keramat’ saya itu dan mereka mulai membaca tiap catatan disana dengan teliti. Dan yup! Haha, mereka menemukannya. Rupanya saya menjadi ‘aneh’ karena saya kesepian ditinggal sendiri oleh mereka yang waktu itu sibuk dengan beberapa persoalan (Remember ga Rit, Nu, Sra?). Saya pun baru menyadari itu ketika mereka mengungkapkannya dihadapan saya. Tuh kan, saya lebih luwes curhat ke kertas daripada sama orang. Tapi kali ini tidak lagi kok, di samping saya sudah mulai mengontrol tulisan-tulisan saya (agar tak lagi mudah ditebak isi kepala saya), saya juga pengen curhat ke manusia, yang insya Allah bisa memberikan solusi yang tepat dan juga curhat sama Pemilik Nyawaku, Allah Azza wa jalla.
Sakarang saya sudah duduk di bangku kuliah. Harapan saya, Tulisan saya kedepannya bukan hanya tulisan yang non fiksi saja tetapi juga bisa menulis artikel. Saya dalam tahap belajar saat ini. Jadi jangan heran jika tulisan saya baik yang ada di blog maupun di catatan facebook berasa nano-nano.
Dan saya berharap karir menulis saya juga bisa berkembang.
Saya hanya ingin menulis. Apapun tulisan saya. Dan saya amat mengarahkan tulisan saya agar bisa bermanfaat bagi orang yang membacanya. Atau minimal bisa sedikit memotivasi mereka untuk juga bisa mulai menulis. ‘sebab jika seseorang telah meninggal, maka tulisannya takkan ikut pergi. Tulisan kita abadi menjadi sumbangan untuk peradaban walau jasad kita sudah tak ada lagi di bumi’, begitu kira-kira kata dosen saya Pak Sabri di sela perkuliahan.
Atau seperti kata ulama ‘islam di bangun oleh merah darah syuhada dan tinta para ulama’. Tentu kita kenal ulama hebat sekelas Imam syafi’i, Maliki, Hambali karena tulisan-tulisan mereka. Al-Qur’an juga dituliskan pada masa khalifah Umar ibn Khattab agar setiap masa Al-Qur’an bisa dibaca dan dipelajari. Bukankah membaca adalah jendela ilmu? Dan apa yang bisa kita baca jika tak ada orang-orang yang menuliskannya?
Menulis menurut teman saya adalah memaksimalkan potensi yang diberikan Allah. Bayangkan jika lisan kita maksimal untuk berdakwah, tangan kita sibuk menuliskan tulisan dakwah sehingga orang yang tidak bisa mendengar ucapan kita bisa tercerahkan melalui tulisan kita, mata kita gunakan untuk mengamati sekitar dan untuk membaca tulisan yang sarat banyak ilmu, telinga kita digunakan untuk banyak mendengar tausiah dan Al-Qur’an.
Akhir kata, mari menulis. Dalam rangka mewujudkan diri menjadi khairunnas, menjadi manusia yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya.
Abdesir, 19 Juli 2014
Comments
Post a Comment