Kamis
(26/5) lalu saya yang masih sementara menjalani kegiatan Program Pengalaman
Lapangan (PPL) di salah satu SMP di Makassar menjadi pengawas ujian semester.
Sebagai seorang pengawas ujian,diawal saya menjelaskan tentang peraturan saat
ujian yaitu 1. tidak boleh menyontek ,2. Tidak boleh memberikan contekan kepada
teman karena saat ujian bukanlah saat untuk menolong teman, 3. Bagi yang
kedapatan menyontek lembar kerjanya akan saya tahan.
Segera saja
para siswa di kelas yang saya awasi mengeluh panjang. “yah, kak… kakak PPL
pengawas sebelumnya na biarkan jeki’ kerja sama asalkan tidak ribut”,
saya mengernyit heran, dan memberitahu mereka bahwa siapapun yang mengizinkan
menyontek pada saat ujian merupakan tindakan yang salah, ujian adalah
kesempatan siswa untuk menguji kemampuannya dan menguji seberapa mengerti
mereka terkait pelajaran yang telah diberikan selama ini. kalau menyontek itu
artinya berbuat curang, sama dengan membohongi diri dan guru yang menilai seberapa
mampu kita menguasai pelajarannya.
“biarkan meki’
(kami) bede kak, ka kita’(anda) juga waktu masih sekolah dulu pernah jeki
menyontek”. Rengek mereka, saya menggeleng. Saya adalah orang yang berprinsip
tidak menyontek dari SD hingga sekarang. Saya lebih rela jika hasil ulangan
saya dapat nol daripada menyontek, jika saya tidak tahu jawaban soal ujian, itu
berarti saya tidak belajar dan saya akan merasakan sendiri akibat dari tidak
belajarnya saya, belum lagi karena menyontek sama dengan berbuat curang, dan
curang itu hukumnya haram dalam islam.
Ujian
berjalan dan saya tak pernah berhenti menegur siswa yang saling bertukar
jawaban hingga saya merebut paksa lembar jawaban siswa yang terlalu sering saya
tegur. Parahnya karena hampir seluruh siswa kecuali di kelas itu menyontek.
Diantara mereka ada yang tak sungkan-sungkan menukar lembar jawaban miliknya
dengan teman disebelahnya, ada yang meminta jawaban dengan suara keras bahkan
saling berdiskusi jawaban. Saya punya dugaan kuat bahwa mereka yang ada di
kelas itu sudah sangat terbiasa menyontek saat ujian.
“apa
gunanya kalian ujian kalau menyontek? Lebih baik nilai kalian tidak terlalu
bagus tapi jujur” kata saya mengingatkan mereka.
“tapi tidak
bisa ki naik kelas dan lulus kalau nilai kami jelek ,kak” kilah mereka
“makanya
belajar”
“berat ka,
terlalu banyak yang mau dipelajari” jawab mereka
“soalnya
sulit ,kak.”, ada pula yang menjawab begini
“siapa yang mau ada nilai jelek di rapornya,
kak? Ka mau tongki’ kita bagus nilai rapor ta”
Saya hanya
bisa menatap sedih kondisi mereka. Prihatin dengan mental mereka. Ya, kita semua
yang pernah mengalami ujian juga pasti pernah melihat perbutan curang ini
dilakukan oleh banyak orang. sungguh ironis, salah satu fenomena ‘tak benar’
yang membudaya dan dibiarkan, benar-benar mencerminkan seperti apa sejatinya
sistem pendidikan kita.
***
Comments
Post a Comment