Skip to main content

Dalam Dekapan Ukhuwah

Alangkah syahdu menjadi kepompong, berkarya dalam diam, bertahan dalam kesempitan. Tetapi bila tiba waktu untuk jadi kupu-kupu, tak ada pilihan selain terbang menari; melantun kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia.

Alangkah damai menjadi bebijian; bersembunyi di kegelapan, menanti siraman hujan, menggali hunjaman dalam-dalam. Tapi bila tiba saat untuk tumbuh dan mekar, tak ada pilihan kecuali menyeruak menampilkan diri; bercecabang menggapai langit, membagikan buah manis di tiap musim pada segenap penghuni bumi.

Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini 
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan merasa menghias langit, menyuburkan bumi, dan melukis pelangi namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai.
Iman adalah mata yang terbuka mendahului datangnya cahaya tapi jika terlalu silau, pejamkan saja lalu rasakan hangatnya keajaiban.

Iman kita agaknya bukan bongkah batu karang yang tegak kokoh. Dia hidup bagai cabang menjulang dan dedaun rimbun. Selalu tumbuh, dan menuntut akarnya menggali kian dalam.
Juga merindukan cahaya mentari, embun, dan udara pagi.

Dalam hubungan-hubungan yang kita jalin di kehidupan, setiap orang adalah guru bagi kita. 
Siapapun mereka. Yang baik, juga yang jahat. 

Betapapun yang mereka berikan pada kita selama ini hanyalah luka, rasa sakit, kepedihan, dan aniaya, mereka tetaplah guru-guru kita. 

Bukan karena mereka orang-orang yang bijaksana. Melainkan karena kitalah yang sedang belajar untuk menjadi bijaksana.

Sebagaimana kemampuan memimpin kekuatan untuk menjalin hubungan adalah kecenderungan, sekaligus pembelajaran

Jika kau merasa besar, periksa hatimu. Mungkin ia sedang bengkak. Jika kau merasa suci, periksa jiwamu. Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani. Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu. Mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan.

Jika kau merasa wangi, periksa ikhlasmu. Mungkin itu asap dari amal sholihmu yang hangus dibakar riya’.

Menghadapi orang sulit selalu merupakan masalah. Terutama jika orang sulit itu adalah diri kita sendiri. 

Jika kita merasa bahwa semua orang memiliki masalah dengan kita, tidakkah kita curiga bahwa diri kita inilah masalahnya?

Ada banyak hal yang tak pernah kita minta 
tapi, Allah tiada alpa menyediakannya untuk kita seperti nafas sejuk, air segar, hangat mentari, dan kicau burung yang mendamai hati.

Jika demikian, atas do’a-do’a yang kita panjatkan bersiaplah untuk diijabah lebih dari apa yang kita mohonkan.

Hidup tidak dihitung dari jumlah nafas yang kita hirup. Hidup, ternilai dari berapa kali nafas terhenti karena takjub dan anehnya.

Keajaiban justru hanya memberi kejutan, pada mereka yang percaya.
Mempercayai yang terbaik dalam diri seseorang akan menarik keluar yang terbaik dari mereka. 
Berbagi  senyum  kecil  dan pujian  sederhana mungkin  saja  mengalirkan ruh baru pada jiwa yang nyaris putus asa atau membuat sekeping hati kembali percaya bahwa dia berhak dan layak untuk berbuat baik.

Jika sebuah penghinaan tak lebih mengerikan dibanding apa yang Allah tutupi dari kesejatian kita. 
Maka bukankah ia adalah sebait sanjungan?
Dalam dekapan ukhuwah kita tersambung bukan untuk saling terikat membebani melainkan untuk saling tersenyum memahami dan saling mengerti dengan kelembutan nurani.
Sebab pikiran punya jalan nalarnya masing-masing maka terkadang mereka bertemu atau berpapasan. 

Sesekali bersilangan, berhimpitan, bahkan bertabrakan. Syukurlah kita punya ruh-ruh, yang diakrabkan iman.

Seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya.
Memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti. Memaksakan kasut besar untuk tapak mungil akan merepotkan. Kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi.
Kita semua, anak Adam, pernah melakukan kesalahan.

Dalam dekapan ukhuwah, kelembutan nurani memberi kita sekeping mata uang yang paling mahal untuk membayarnya. 

Di keping uang itu, satu sisi bertuliskan “akuilah kesalahanmu”. Sisi lain berukir kalimat, “maafkanlah saudaramu yang bersalah”.

Tak mudah untuk mengatakan hal yang benar di waktu yang tepat. Namun agaknya yang lebih sulit adalah, tidak menyampaikan hal yang salah ketika tiba saat yang paling menggoda untuk mengatakannya.

Tak pernah sama sekali, ada kekata dan perilaku orang yang bisa menjadi penentu kemuliaan dan kehinaan kita. 

Dan tak seorang pun bisa menyakiti, tanpa kita mengizininya. Maka bercahayalah dalam gelora untuk meraih semua pahala.

Jika engkau merasa bahwa segala yang di sekitarmu gelap dan pekat, tidakkah dirimu curiga bahwa engkaulah yang dikirim oleh Allah untuk menjadi cahaya bagi mereka? Berhentilah mengeluhkan kegelapan itu, sebab sinarmulah yang sedang mereka nantikan, maka berkilaulah!

Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh, saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan, saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai. Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil. Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja. Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping.


Salim A. Fillah
 

Comments

Popular posts from this blog

TANYA JAWAB SEPUTAR MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)

1.     Apakah MEA? Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang sebelumnya telah dicanangkan dalam AFTA (ASEAN Free Trade Area ) pada tahun 1992.   Pasar bebas ASEAN adalah gagasan World Trade Organization (WTO ) yang bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang meniscayakan aliran barang, jasa, investasi, modal dan buruh terampil.   Tentu saja yang mampu memanfaatkan akses terbuka itu adalah negara, perusahaan dan individu yang memiliki daya saing tinggi.  2.     Apa sajakah potensi ASEAN? Secara geografis, negara-negara di Asia Tenggara memiliki karakteristik wilayah fisik yang beranekaragam. Negara-negara ASEAN terdiri dari negara kepulauan yang luas, semenanjung, daratan-benua, tidak-berpantai ( landlocked ) sampai negara kota. Ditinjau berdasarkan luas wilayah, negara-negara di kawasan tersebut mempunyai rentang dari negara kepulauan seperti Indonesia, sampai negara-kota seperti Singapura.

3 Pertanyaan Besar dalam Hidup (Uqdatul Kubra)

Ada 3 Pertanyaan Besar yang harus bisa dijawab oleh orang yang hidup. 3 pertanyaan ini seperti simpul besar, yang apabila ini bisa dijawab dengan benar maka ia akan bisa menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan lain dan menyelesaikan masalah-masalah hidupnya dengan benar. jawaban yang benar ini akan membuat kita merasakan ketenangan hati, terpuaskan akal kita dan sesuai dengan fitrah manusia. pertanyaannya yaitu: DARI MANA MANUSIA BERASAL?, UNTUK APA MANUSIA HIDUP DI DUNIA INI ?dan AKAN KEMANA KITA SETELAH KEHIDUPAN INI? coba deh kalian jawab. apa jawaban kalian. tulisan ini akan saya lanjutkan dengan jawaban yg insya Allah memuaskan.

Filosofi Lilin : Menerangi yang Lain tetapi Tidak Diri Sendiri

gambar dari https://billditewig.files.wordpress.com/2015/02/candle.jpg Janganlah menjadi seperti lilin, ia memberi cahaya bagi sekitarnya, tetapi membinasakan dirinya  sendiri -Izzah Haq-    pernah dengar kalimat seperti ini? "orang itu kalau menasehati bagus, tetapi sendirinya tidak melaksanakan". Atau yang semisal ,"dia selalu mengkritik kesalahan orang lain tetapi diri sendiri tidak diperhatikan".  Terkadang ada orang yang bijak dalam bertutur kata, lisannya adalah lisan seorang pengemban dakwah tetapi tingkah lakunya amat jauh dari apa yang diucapkannya. Ia mampu menasehati orang lain untuk berubah menjadi lebih baik, tetapi nasehatnya tidak ia laksanakan sendiri. Tidak Selaras antara perkataan dan perbuatan. Demikian kita bisa menyimpulkan, Berkaitan dengan ini Allah SWT menegur dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur'an, diantaranya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu ker