Mata Wini sudah terasa berat, kepalanya sudah tergolek pasrah di atas bantal, tinggal menghitung detik ia akan tertidur pulas andai saja smartphonenya tidak berbunyi nyaring. “Setengah Mati Merindu”nya Judika memenuhi ruang kamar kosnya yang sempit. Sekiranya tetangga kamarnya tidak protes, pasti ia akan menikmati lagu kesayangannya itu sedikit lebih lama.
“Ya,
halo?” tanyanya dengan suara seperti setengah sadar.
“Dengan
Meilani?” suara nge-bass. Wini mengerutkan dahi. Ia agak jengkel, tidurnya
terganggu dengan sebuah telepon salah sambung.
“Maaf
salah sambung” balasnya dengan suara ketus.
Hampir
saja ia mematikan telepon tetapi suara di seberang keburu menyahut.
“Ini
bukan dengan Meilani, ya? Berarti Yoga salah kasih nomer nih.”
“Yoga?
Siapa ? Maaf gak kenal juga. Sudah ya.” Wini pun menutup teleponnya.
Ia
kembali memejamkan mata.
“Halo,
kalo bukan dengan Meilani lalu kamu siapa?” suara lelaki tadi masih terdengar dari
hape bahkan menjadi semakin keras.
Celaka.
Rupanya tadi itu Wini salah menekan tombol, bukannya tombol endcall, ia malah menekan tombol Loudspeaker. Wini terduduk panik, ia
menormalkan kembali suara hapenya panik kalau-kalau ia mengganggu teman kamar
sebelah kosannya yang hanya dibatasi tripleks .Ia memastikan kamar sebelah tenang-tenang
saja lalu menempelkan hapenya ke telinga.
Lelaki
itu masih berbicara, “Yoga gak mungkin salah kasih nomor.”
“Terserah
lah! Saya kan bilang saya gak kenal situ dan juga Yoga. Nama saya Wini, BUKAN
Meilani. Anda salah sambung.”
“Oh…
kalau begitu, saya minta maaf Wini. BeTeWe
Nama lengkap kamu winni the phooh kah? Haha nama yang lucu”, tawa renyah itu membuat Wini ‘tak keberatan’ meladeni telepon salah sambung tersebut.
“kamu
sendiri siapa? Spongebob gitu?” Wini menimpali candaannya.
Pembicaraan pun berlangsung seru ditimpali haha hihi disana-sini. Wini merasa
mendapat teman baru.
Dari
sekali telepon itu ia mengetahui si penelpon salah sambung rupa-rupanya tinggal
tidak jauh dari tempatnya berkuliah. Lihatlah, bahkan baru sekali telepon
tersebut mereka sudah bertukar alamat. Wini pun merasa tak keberatan diajak
ketemuan dengan lelaki bersuara renyah dan gemar bercanda yang baru diketahuinya
itu.
***
Wini
mengetahui lelaki salah sambung kemarin bernama Setyo. Hari ini sudah kali
ketujuh ia mengajak Wini jalan bareng. Walau mereka berkenalan baru sebulan,
tetapi mereka sudah lengket bak pasangan kekasih.
“Tau
gak, Win. Saya sudah penasaran dengan kamu sejak pertama kali kamu angkat suara
di telepon salah sambung kemarin. And see,
kita matcing banget kayak sepasang sepatu.”
“Haha…
sepasang sandal japit kali.” Wini tertawa lebar. Semenjak mengenal Setyo
hari-harinya terasa lebih ceria. Terasa indah dan berbunga-bunga.
Wini
yang merupakan seorang mahasiswa dari kampung senang-senang saja diajak berjalan-jalan
keliling kota. Wini mengaku walau sudah setahun jadi mahasiswa, ia sama sekali
belum sempat melihat-lihat tempat wisata yang menarik di kota Daeng itu. Setyo lalu
menawari Wini untuk mengunjungi tempat-tempat wisata dan hiburan yang
diketahuinya. Maka Jadilah, setiap sore sepulang Setyo dari kerja, ia
membonceng Wini berkeliling kota hingga pulang jelang isya.
“Ke
pantai Losari yuk!” ajak Setyo.
“hayuk!.”
“Tapi
kita nyemilnya gorengan saja ya.”
“Terserah,
gratisan ini kan?.”
“5000
perak cukup kayaknya buat berdua.”
“cukup lah....”
Hari
itu Wini berkeliling sekitar pantai bersama Setyo. Mereka berjalan hingga
sampai ke sisi pantai yang agak remang. Adzan magrib sudah dari tadi
berkumandang, beberapa menit lagi masuk waktu Isya. Wini dan Setyo lupa Shalat.
Tidak, bahkan sejak mereka saling ketemu mereka selalu melewatkan waktu shalat.
Mereka
tak sadar, berdua-duaannya mereka rupanya selalu disertai oleh pihak ketiga, Apalagi
kalau bukan yang menjadi pihak ketiga adalah Syaitan yang menjelma menjadi
nafsu liar. Wini dan Setyo melewatkan semalaman disana sampai subuh tiba.
***
“Nomor
yang anda tuju, Sedang tidak aktif”, kali ini suara operator telepon yang
menjawab panggilan Wini, sama seperti berpuluh-puluh panggilan sebelumnya.
Air mata Wini sudah tidak tertahankan lagi. Terhitung
hari ini sudah genap satu minggu sejak ia melepaskan ‘mahkota suci’ miliknya
kepada Setyo. Tetapi mendadak Setyo lenyap seolah-olah ditelan bumi.
Handponenya tidak lagi pernah aktif sejak ia mengantarnya pulang ke kos-an
subuh itu. Wini menggigit bibir.
Diingat-ingatnya
alamat rumah Setyo dan tempat kerja yang sering diceritakan Setyo. Ia nekat
menyambanginya. “Yang berbuat harusnya bertanggung jawab”, begitu pikir Wini.
Wini
merasa seluruh sendinya hampir lepas ketika tiba di tempat kerja yang
diceritakan Setyo. Tetapi sungguh disayangkan, alamat rumah yang diceritakan Setyo
ternyata hanyalah alamat palsu.
“Siapa
tadi yang dicari? Setyo? Maaf tidak ada yang namanya Setyo di sini.” Kata salah
seorang Satpam Jaga yang ditanyai Wini.
“Masa
sih,Pak? Beneran?” Wini memastikan.
gambar dari google image |
“Beneran,
mbak. Kalau tidak percaya silakan cek satu persatu karyawan yang ada di dalam.
Perusahaan ini perusahaan kecil, mbak. Jadi saya hapal semua karyawan yang
kerja disini.”
Wajah
Wini pucat pasi.
“Dan
Setyo itu, saya yakin dia penipu. Sebulan yang lalu ada gadis juga yang nanya
tentang Setyo seperti Embak. Tapi, ya… tidak ketemu lah ,wong gak ada Setyo kok
disini.” Satpam itu terus nyerocos tanpa memperhatikan perubahan wajah Wini.
“Yang
mirisnya tuh ya, mbak. Gadis itu
mengaku disetubuhi setelah dibelikan gorengan lima ribu perak.”
Lalu
Wini pun ambruk.
Comments
Post a Comment