Banyak orang yang beranggapan kalau Zona Nyaman itu adalah memang nyaman sehingga tidak mau meninggalkannya. Memang, ada “kenyamanan” di zona nyaman. Hanya saja kenyamanan itu adalah semu, bukan nyaman sesungguhnya. Untuk memahami arti nyaman yang semu ini bisa diilustrasikan dengan perbandingan seseorang yang lebih memilih uang yang lebih kecil karena menghindari bekerja.
Seorang ibu bertanya kepada anaknya, “Mau pilih yang mana? Rp 100.000 tapi kamu harus bantu mamah cuci piring atau Rp 10.000 saja?” Orang yang suka berada di zona nyaman akan memilih uang Rp 10.000 sebab tidak perlu capek-capek membantu ibu mencuci piring. Dia pikir, dia nyaman karena tidak perlu capek. Dia akan mengatakan kalau bagi dia uang Rp 10.000 itu lebih dari cukup sehingga dia berharap uang Rp 10.000 lagi dengan gratis suatu saat nanti.
Nyaman disini adalah karena tidak perlu usaha, tidak perlu gagal, tidak perlu menghadapi hambatan, tidak perlu mengalami sakit dan akhirnya mereka menyebutnya dengan kenyamanan. Tentu, ini tidak bukanlah penyebutan secara harfiah, namun definisi ini dikatakan dalam pikiran bawah sadar yang tercermin dari cara berpikir dan cara bertindak kebanyakan orang.
Namun, inikah kenyamanan sesungguhnya?
“Yang penting, mensyukuri yang ada.”
Tentu saja, mensyukuri nikmat yang kita miliki itu harus, bukan hanya penting. Namun hal ini bukan alasan kita tidak mengharapkan nikmat yang lebih banyak. Kita harus bersyukur, tetapi kita juga tetap harus terus berusaha sehingga hari ini lebih baik dibandingkan hari kemarin.
Berada di zona nyaman atau boleh dikatakan tidak mau maju tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Sebab Islam memerintah kita untuk melakukan perbaikan secara terus menerus.
Karakter orang yang suka di zona nyaman selalu melakukan sesuatu yang hasilnya pasti, yang terjamin, atau yang biasa dilakukan. Sekali lagi ini adalah sebuah ilusi. (oleh Rahmat ,disalin dari E-Book dengan judul yang serupa di www.zonasukses.com)
Perenungan bagi Kaum Muslim
Tulisan diatas adalah gambaran sederhana tentang ilusi yang diberikan zona nyaman. Zona Nyaman bisa diartikan sebagai keadaan enggan berusaha, enggan untuk berubah, senang dengan kondisi yang sedang dijalani, tidak mau bersusah payah dan menganggap sulit untuk melakukan perubahan karena alasan 'Nyaman'. Padahal boleh jadi dengan berubah dapat membuat kondisi menjadi lebih baik.
Misalnya seseorang terbiasa berinfaq Rp.5.000,00 di Masjid, tangannya ringan mengeluarkan infaq dalam kisaran itu. Padahal andaikan ia berinfaq lebih, tentu pahala yang ia dapatkan akan lebih banyak apalagi jika berinfaq pada bulan Ramadhan.
Atau misalnya ada orang yang terbiasa mengkhattamkan Al-Qur'an satu kali sepanjang bulan Ramadahan, hal ini sudah menjadi kebiasaan rutin sedang di bulan-bulan lain ia jarang berniat mengkhattamkan bacaan Al-Qur'an. Sebenarnya ia mampu untuk membaca 2 kali khatttam atau 3 kali malah dalam sebulan tetapi ia tidak mencobanya. Ia merasa susah karena mesti membuat kebiasaan yang baru. Zona Nyaman ini membuat kita jalan ditempat dan mengakibatkan kurangnya motivasi untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih dan lebih baik lagi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan."( QS. Al Hasyr: 18 )
Bahayanya dalam kondisi tertentu, rasa nyaman ini bisa membawa pada kebinasaan. Misalnya bagi orang yang merasa nyaman ketika melakukan maksiat sehingga merasa berat Move On dari maksiat tersebut. Sedang yang namanya maksiat adalah perkara dosa dan di akhirat akan mendapatkan Azab (siksa) dari Allah SWT. Bagaimana mungkin seorang muslim merasa nyaman dengan dosa-dosanya?
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud,
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda: "Sesungguhnya
orang mukmin melihat dosa-dosanya seperti ia duduk di pangkal gunung, ia
khawatir gunung itu akan menimpanya, sedangkan orang faajir (orang yang selalu
berbuat dosa) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menempel di batang
hidungnya kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang." Abu
Syihab mengisyaratkan dengan tangannya di atas hidungnya. (HR. Imam al-Bukhari)
Ketika ketiadaan Khilafah islamiyah bagi kaum muslimin menyebabkan kaum muslim banyak bermaksiat kepada Allah, maka kaum muslim sudah seharusnya keluar dari zona nyaman . Bukan lagi malah zona nyaman melainkan sudah menjadi zona berbahaya .Lalu berusaha untuk berjuang menegakkan khilafah sekalipun perjuangan menegakkannya adalah hal yang sulit. Tidak ada zona nyaman bagi kaum muslim jika itu adalah perkara keharaman.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ
الله يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّة لَه وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي
عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang melepaskan tangan
dari ketaatan (kepada Khalifah), niscaya ia akan menemui Allah kelak
pada Hari Kiamat tanpa memiliki hujjah. Siapa saja yang mati, sementara
tidak ada baiat (kepada Khalifah) di pundaknya, maka ia mati seperti
kematian jahiliah (HR Muslim).
Dengan demikian, Zona Nyaman benar-benar sebuah ilusi, hanya menjadi dalih dan alasan agar tidak mau berjuang dan berusaha. Pahala yang besar tentu juga akan Allah berikan dikarenakan Usaha kita dalam rangka menegakkan kewajiban yang telah Allah berikan kepada hambaNya. Serta Azab yang pedih akan Allah akan timpakan jika kita berpaling dari peringatanNya. Na'udzubillah.
Oleh Izzah Haq
Comments
Post a Comment