Ujung mataku melirik, melihatmu duduk sendiri dan seakan sedang berfikir, Lalu terjadi dialog dalam kepalaku, “apa yang sedang kau pikirkan? Tak maukah membaginya kepadaku, Coba lontarkan gagasanmu, Kita memang terbiasa berdebat, Karena aku dulu punya ego, dan kau pun begitu, Kali ini akan ku coba redam egoku, dan berempati.” Empati? Aku selalu mengajarkan orang lain untuk berempati, Aku bahkan melakukannya pada yang lain, lantas mengapa tidak dengan mu? Ah… aku masih menganggap kau mampu, Aku masih menganggap kau laksana kesatria yang tahu harus bagaimana bertingkah laku, Dan bertutur pada yang ada dibawahmu, Ku anggap kau tahu… Dan tak mengoreksi sikapmu. Aku bahkan mengecam kelemahanmu, tapi tak sedikitpun mencoba meringankan beban di pundakmu “anak macam aku?” Mungkin begitu hardikmu Yang juga dalam diam mu. Sayangnya isi kepala kita tak bisa saling mengerti. Hanya dalam diamnya, aku dan dirimu. Kapankah ada waktu kita bersua?
inilah kebebasan yang hakiki, tak terkekang nafsu dan keinginan, hanya tulus penghambaan